Bagaimana Digital Thinking Mengubah Tindakan dan Hasil
“Anda tidak dapat mengubah sesuatu dengan melawan kenyataan yang ada saat ini. Untuk dapat melakukan perubahan, buatlah model baru yang membuat model saat ini menjadi usang,” Buckminster Fuller, System
Theorist, Penulis dan Penemu dari Amerika.
Banyak start up baru tumbuh dan dikembangkan untuk mendapatkan nilai tambah baik bagi shareholders maupun stakeholders. Hukum dalam ekonomi digital adalah; hanya organisasi yang mendatangkan keuntungan bagi masyarakat yang dapat bertahan. Hanya organisasi yang secara rutin menciptakan inovasi dan memiliki solusilah, yang akan mendapatkan rekognisi dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan demand.
Jadi sebelum mengambil peran dalam perubahan dan memulai transformasi digital, terlebih dahulu tanyakan pada masyarakat tentang apa yang mereka butuhkan dari organisasi Anda. Sebagai pimpinan, manajer, karyawan, atau sebagai pelaku bisnis, semua harus memiliki wawasan luas, berpikiran terbuka, dan bersikap mendukung perubahan. Karena perubahan tidak dapat berjalan mundur dan tak dapat dihentikan.
Bahkan Microsoft dan Google pun, tak berhenti belajar. Kita bisa melihat bahwa kedua raksasa IT ini, terus belajar pada para ahli dari beragam bidang ilmu. Mengapa? Karena transformasi digital mengubah semua sisi dalam bidang kehidupan. Ekonomi digital menggaris bawahi bahwa organisasi yang dianggap tidak mendatangkan manfaat, akan punah dengan sendirinya.
Kita bisa melihat banyak produk Google yang gagal. Namun itu tidak pernah membuat mereka mundur. Prinsip mereka adalah, kita harus belajar dari setiap kegagalan. Karena bila kita terus belajar, dan terus memperkaya wawasan dengan mencari beragam jenis informasi dari setiap lapisan dan dari semua bidang, maka kita akan dapat menangkap peluang. Karena dari proses belajar dan interaksi dengan berbagai kalangan, kita akan mendapatkan insight tentang needs apa saja yang dapat mendatangkan demand.
Organisasi yang sukses di era digital, harus mencintai proses transformasi yang berlangsung dan merayakan tiap keberhasilan yang terjadi. Namun tak mungkin sampai pada tujuan yang diharapkan, bila masih membandingkan perubahan dengan keadaan semula, atau menganggap perubahan sebagai evolusi sederhana.
Mengapa? Karena pola pikir status quo tidaklah kompatibel dengan perubahan yang terjadi. Bahkan sifatnya membatasi dan mencegah kemampuan tim dan organisasi untuk dapat menembus batasan digital.
Gale & Aarons (2017), menyampaikan bahwa ada 3 kunci perubahan dalam digital thinking di level organisasi dan di level karyawan;
1. Membuat lompatan besar, memerlukan konsep baru. Ide dan konsep baru sangat penting. Kita tak bisa hanya menggunakan ide usang dari dunia lama, atau bahasa dan kata-kata jadul, untuk dapat menjelaskan pemikiran dan mindset baru. Bahasa yang digunakan, adalah formula penting dalam proses transformasi, bahkan menjadi lebih penting bila ingin perubahan terjadi dengan cepat. Bila organisasi ingin mengubah perilaku dan kinerja, sistem yang ada harus mengikuti konsep baru, agar peluang yang ada dapat terlihat dan dipahami oleh organisasi dan seluruh karyawan.
2. Perubahan kecil adalah kunci untuk hasil jangka panjang. Karena transformasi digital membutuhkan banyak investasi, maka waktu merupakan aset potensial terbesar. Namun, kekurangan waktu juga bisa menjadi beban berat bila ingin sistem yang dirancang dapat melakukan kinerja efektif. Kunci untuk mendapatkan keleluasaan waktu dan menyusun prioritas adalah bila dapat menyusun framework yang tepat. Kita harus menentukan apa saja proses yang dihentikan/dimulai/dilakukan dengan cara yang berbeda. Sebuah metode yang terbukti memberikan hasil yang dramatis dan dapat diterapkan dalam semua aspek dalam bisnis.
3. Sukses melahirkan kesuksesan. Dalam transformasi digital, organisasi harus dapat menciptakan momentum, dan memperoleh informasi aspek mana yang dapat menghasilkan sukses berkelanjutan. Ada alasan fungsional dan psikologikal di balik tiap aspek yang mendorong kesuksesan. Keberhasilan yang terjadi, walau sedikit, dapat menimbulkan gelombang kesuksesan. Inilah alasan lain mengapa kita harus menghargai setiap hal kecil.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan yang dilakukan oleh sebuah organisasi ketika melakukan transformasi digital, yakni membuat segala sesuatunya menjadi lebih mudah, baik bagi organisasinya atau dari sisi operasional maupun bagi customernya atau dari sisi bisnis. Kemudian yang tidak kalah penting adalah dari sisi karyawannya, dimana untuk dapat menjalankan transformasi digital diperlukan pembelajaran berkelanjutan serta agility yang tinggi bagi angkatan kerja atau insan yang ada di dalam organisasi, hal ini akan menjadi faktor penting dalam memastikan transformasi yang sukses di era digital.