Kecerdasan Adversity
Kecerdesan Adversity (AQ) merupakan bentuk kecerdasan selain IQ, EQ dan SQ, yang ditujukan bagaimana seseorang dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi. AQ dapat dipandang sebagai ilmu yang menganalisis kegigihan manusia dalam menghadapi setiap tantangan sehari-harinya. Kebanyakan manusia tidak hanya belajar dari tantangan tetapi mereka bahkan meresponnya untuk memeroleh sesuatu yang lebih baik. AQ juga dapat digunakan untuk menilai sejauh mana seseorang ketika menghadapi masalah rumit. Dengan kata lain AQ dapat digunakan sebagai indikator bagaimana seseorang dapat keluar dari kondisi yang penuh tantangan.
Untuk menghadapi dan dapat bersaing dengan orang-orang, seseorang harus memiliki sebuah keterampilan lain (Distinctive Capabilities) yang membuat kita berbeda dari orang lain dan mungkin hal ini juga yang dapat menjadi ciri khas dari diri kita. Kemahiran kita dalam kesiapan menghadapi permasalahan serta tantangan adalah satu hal yang mendukung kita menjadi sukses. AQ berakar pada bagaimana kita merasakan dan menghubungkan suatu hal dengan tantangannya. Seseorang yang memiliki AQ lebih tinggi maka dia cenderung tidak akan menyalahkan orang lain karena dia merasa bahwa kegagalan yang dia lakukan adalah bagian dari kesuksesan yang tertunda dan dia juga merasa bahwa dia siap untuk menghadapi tantangan yang akan ditemukan serta siap untuk menyelesaikan masalah yang akan dia hadapi.
3 (tiga) jenis AQ menurut Stoltz (2009) :
1. AQ sebagai suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua jenis kesuksesan.
2. AQ merupakan suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan.
3. AQ merupakan serangkaian peralatan dasar yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan.
Otak merupakan pusat sistem saraf yang ada dalam tubuh manusia yang mengatur dan mengkoordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan mengatur pikiran kita. setelah otak bekerja, maka yang dipikirkan dilanjutkan kedalam sikap yang berarti pernyataan terhadap objek, orang atau peristiwa, komponen sifat adalah kesadaran, perasaan dan perilaku.
Sikap yang ditimbulkan mempengaruhi tingkah laku seseorang yang selanjutnya menghasilkan sesuatu. Ketika kita berpikiran positif maka hasil yang didapat juga hasil yang positif, namun jika kita berpikiran tentang hal yang negatif maka kita juga akan mendapatkan hasil yang negatif. oleh karena itu, berpikirlah positif agar mendapatkan hasil yang positif juga yang dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Kecerdasan Adversity memiliki peranan yang sangat besar terhadap keberhasilan manusia dimana dengan kecerdasan adversity yang dimiliki maka manusia tersebut akan lebih siap dan mampu menghadapi kesulitan atau tantangan yang akan dihadapi.
Tantangan ternyata cukup berpengaruh dalam kehidupan, jika seseorang yang memiliki IQ tinggi namun tidak dapat mengimbangi dengan AQ atau kecerdasan lainnya, yang salah satunya adalah tentang kesiapan menghadapi tantangan, maka orang tersebut belum tentu akan mampu menghadapi kesulitan dan tantangan menuju sukses.
Hal berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi AQ, antara lain:
1. Daya Saing – Jason Sattefield dan Martin Seligman (dalam Stoltz, 2005), menemukan individu yang merespon kesulitan secara lebih optimis dapat diramalkan akan bersifat lebih agresif dan mengambil lebih banyak resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan hati-hati. Oleh karena itu, kesiapan dalam menghadapi tantangan sangatlah dibutuhkan agar dapat mencapai kesuksesan.
2. Kreativitas – Joel Barker (dalam Stoltz, 2005), kreativitas muncul dalam keputusasaan, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. Joel Barker menemukan orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif. Oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang oleh hal-hal yang tidak pasti.
3. Motivasi – Dari penelitian Stoltz (2005) ditemukan orang-orang yang AQ-nya tinggi dianggap sebagi orang-orang yang paling memiliki motivasi.
4. Mengambil Resiko – Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 2005) menemukan bahwa individu yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif, bersedia mengambil banyak resiko. Resiko merupakan aspek esensial pendakian.
5. Perbaikan – Perbaikan terus-menerus perlu dilakukan supaya individu bisa bertahan hidup dan menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu juga karena individu yang memiliki AQ yang lebih tinggi menjadi lebih baik. Sedangkan individu yang AQ-nya lebih rendah menjadi lebih buruk.
6. Ketekunan – Ketekunan merupakan inti untuk maju (pendakian) dan AQ individu. Ketekunan adalah kemampuan untuk terus menerus walaupun dihadapkan padakemunduran-kemunduran atau kegagalan.
7. Belajar – Carol Dweck (dalam Stoltz, 2005), membuktikan bahwa anak-anak dengan respon-respon yang pesimistis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimis.