Membangun Ketahanan Mental dalam Menghadapi Krisis

Penyebaran dan dampak yang ditimbulkan dari Covid-19 menjadi pembicaraan hangat, kita menyaksikan dan mengalami kekhawatiran, kecemasan, dan ketidakstabilan emosi. Dalam keadaan seperti ini membuat kondisi mental terganggu, berita-berita yang ada hanya memperburuk situasi. Mengapa hal ini terjadi dan bagaimana bisa mengubahnya? Sebagai seorang pemimpin dari sebuah perusahaan tentunya selain memikirkan bagaimana agar perusahaan tetap berjalan dalam kondisi krisis seperti saat ini, disisi lain juga harus berpikir bagaimana cara untuk merespons krisis yang terjadi agar keberlangsungan perusahaan tetap berlanjut.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hougaard, Carter dan Mohan (2020) menemukan bahwa 58% karyawan melaporkan ketidakmampuan untuk mengatur perhatian mereka di tempat kerja. Pada saat pikiran kita tidak stabil maka dengan mudah terjebak ke dalam pola dan pemikiran negatif.  Selama masa krisis kecendrungan pemikiran kita akan bertambah buruk dan kita mudah terpancing oleh pemikiran obsesif, serta perasaan takut dan tidak berdaya. 

Ketika pikiran kita terjebak dalam keadaan ini, reaksi berantai dimulai. Ketakutan mulai mempersempit pandangan kita, dan semakin sulit untuk melihat gambaran yang lebih besar serta kemungkinan positif dan kreatif ke depan. Saat perspektif berkurang, maka kita cenderung untuk tidak terhubung dengan orang lain, kenyataan tentang bagaimana virus corona menyebar dengan cepat dan masif dapat menjadi ketakutan terburuk pada saat berhubungan dengan orang lain dan meningkatkan perasaan terisolasi, yang hanya akan menambah kekhawatiran.

Respon emosional dan psikologis yang kita rasakan adalah sesuatu yang alami dan sangat manusiawi. Tetapi kenyataannya respon tersebut sering membawa kita terlarut dan mempersempit dan mengacaukan pikiran serta membuat kita tidak dapat melihat dengan jelas apa tindakan terbaik yang akan diambil.  

Cara untuk mengatasi kecenderungan alami ini adalah dengan membangun ketahanan mental melalui kesadaran diri. Ketahanan mental, terutama di masa-masa sulit seperti saat ini, berarti mengelola pikiran sedemikian rupa sehingga meningkatkan kemampuan untuk menghadapi persoalan yang timbul akibat krisis yang terjadi.  Ketahanan adalah keterampilan mengolah dan mengatur pikiran kita sendiri, melepaskan diri dari yang tidak konstruktif, dan menyeimbangkan kembali pemikirannya dengan cepat. Keterampilan untuk menyeimbangkan pikiran dapat dilatih. 

Berikut  adalah tiga strategi yang efektif dalam mengatasi hal tersebut:

  1. Tenangkan pikiran.

Saat kita fokus untuk menenangkan dan menjernihkan pikiran, kita dapat memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar kita dan apa yang muncul di dalam diri. Kita dapat mengamati dan mengelola pikiran dan fokus pada hal-hal positif serta mengalihkan pikiran kepada sesuatu yang membuat kita tenang, kondisi tenang sangat penting untuk membantu menjaga pikiran tetap positif. Karena hal tersebut akan mengurangi stres dan kekhawatiran. Dengan membuat pikiran tenang secara tidak langsung akan membangun otot ketahanan yang membuat terhindar dari stress.

2. Lihat lingkungan sekitar.

Keputusasaan dan ketakutan dapat menyebabkan reaksi berlebihan. Seringkali, rasanya lebih baik melakukan sesuatu hal apapun itu dari pada duduk dengan perasaan yang tidak nyaman.  Dalam beberapa bulan terakhir,  banyak sekali pemberitaan terkait penanganan terhadap orang-orang yang terkena dampak negatif Covid-19  yang membuat kita merasa kecewa dan frustrasi. Tetapi kita harus mencoba untuk menghadapi frustasi ini dengan melakukan reaksi yang positif. Kita membutuhkan ruang untuk melepaskan diri dari pusaran berita buruk sehingga pemikiran-pemikiran yang muncul dapat mendorong untuk membuat perencanaan lebih baik.  Dampaknya  kita dapat  bekerja lebih giat dengan tidak memikirkan hal-hal negatif serta mencari cara terbaik untuk maju, baik secara pribadi maupun sebagai seorang karyawan atau pemimpin.

3. Terhubung dengan orang lain.

Karena pemerintah menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) di sejumlah daerah sehingga ada keterbatasan ruang gerak,  kebijakan tersebut bertujuan untuk menahan laju penyebaran virus. Sekolah ditutup, banyak acara dibatalkan, dan kegiatan bisnis telah memberlakukan kebijakan kerja dari rumah dan larangan perjalanan dinas yang berdampak  meningkatnya rasa ketakutan dan keterasingan dari orang-orang dan kelompok.  

Ketakutan ini juga menjadikan stigma dan penilaian tentang siapa yang harus disalahkan dan siapa yang harus dihindari. Bersamaan dengan itu adanya pola pikir dan perilaku yang tidak disiplin karena setiap orang mimikirkan dirinya sendiri,  akibatnya kita dengan mudah melupakan kerentanan dan ketergantungan kita bersama.

Bila kita terhubung dengan baik pada orang di sekitar, walaupun hubungan tersebut dibatasi jarak, tetapi karena pada dasarnya bahwa manusia sebagai mahluk sosial mempunyai sifat welas asih maka hal ini tidak akan membuat kita merasa terisolir. Welas asih adalah niat untuk memberi manfaat bagi orang lain dan itu dimulai dari pikiran. Secara praktis, welas asih dimulai dengan mengajukan satu pertanyaan kepada diri sendiri saat kita menjalani hari dan terhubung baik secara virtual dan secara langsung dengan orang lain, tentang bagaimana kita  dapat membantu orang untuk menjalani hari dengan lebih baik.