Menembus Penghalang Budaya Inovasi

Bagaimana memaknai dan mengimplementasikan momen Hari  Pahlawan dalam konteks perkembangan organisasi atau perusahaan dimana kita berada. Salah satu caranya adalah dengan membuat berbagai inovasi, untuk menyelamatkan organisasi di tempat dimana kita berkiprah. Untuk itu, mari kita simak cara-cara untuk menembus penghalang budaya inovasi. Semoga bermanfaat.

Samsung Group, awalnya adalah perusahaan pengekspor beras. Namun pada tahun 1987, saat pendirinya, Lee Byung Chul meninggal dunia, Samsung sudah merambah pasar teknologi global, terutama di bidang elektronik dan semi konduktor. Pucuk kepemimpinan kemudian diemban oleh putra ketiganya, Kun Hee Lee. Di tangannya, Samsung (yang dalam bahasa korea berarti tiga bintang), berhasil melalui fase-fase krusial dan melakukan lompatan-lompatan spektakuler, yang kini menempatkannya di garda terdepan teknologi digital.

Dr Hwang Chang-gyu, presiden dan CEO Samsung Electronics, menggambarkan betapa inovasi merupakan nyawa pemberi hidup daya saing perusahaannya. Ketika satu tujuan tercapai, itu berarti awal menetapkan tujuan baru. Dalam hal inovasi, Hwang mengibaratkan orang-orang Samsung hidup seperti kaum nomaden. Mereka terus mengembara mencari temuan-temuan baru. Mereka mengubah fokus bisnis ketika standar-standar teknologi berevolusi. Mereka berhijrah ketika perusahaan-perusahaan lain puas dalam kemapanan. Contohnya, ketika pasar semi konduktor dunia tiarap pada tahun 2003, Samsung malah menggelontorkan dana segar 2 milyar USD, untuk pabrik baru perancang memory chip komputer, telepon seluler dan game console.

Apa yang diwariskan Lee Byung Chul bukanlah semata-mata gurita bisnis. Lee telah berhasil menanamkan filosofi bisnis korporat sebagai bentuk pengabdian, melalui misi: “Kami akan mengabdikan sumberdaya dan teknologi kami untuk menciptakan produk-produk dan jasa unggul, sehingga berkontribusi pada perbaikan masyarakat global”. Melintasi batas-batas kebangsaan, Samsung menjadikan inovasi sebagai kultur korporasi.

Samsung tidak sendirian. Para elit manajemen, memandang Inovasi sebagai jalan untuk mencapai sukses jangka panjang. Menurut Nelson dan Barnes (2014), sejumlah faktor di bawah ini ditemukan pada perusahaan dengan budaya yang tidak mendukung kreativitas dan inovasi:

  • Kehampaan makna. Bila pekerja memandang hasil pekerjaannya tak dihargai dan jatuh ke lubang hitam, mereka tidak akan repot-repot menciptakan inovasi
  • Tidak adanya rasa percaya diri. Bila tidak pernah ada apresiasi, akan banyak pekerja yang akan memotong ide-idenya sendiri sebelum diajukan.
  • Gangguan yang kerap muncul, kesibukan formal yang menyita waktu pekerja, akan menghisap energy kreatif dan kegembiraan dalam berinovasi, dan membuat mereka lelah. Contohnya waktu rapat yang tak berujung. Mungkinkah pekerja anda bisa berinovasi bila mereka tidak diberikan waktu untuk berpikir?
  • Kurangnya fleksibilitas dan keterbukaan terhadap peluang dan kesempatan baru, dan kurangnya nilai yang diberikan untuk mengukur potensi yang tengah dikembangkan dalam proses inovasi. Biasanya para inovator ditekan untuk menyediakan data klien baru yang dihasilkan dan data peluang keberhasilan inovasi dalam bentuk rupiah, dan bila tidak bisa, inovasi yang tengah dikembangkan dianggap tidak patut dilanjutkan.

Apakah budaya penghalang inovasi di atas ada dalam perusahaan Anda, atau yang masih dilakukan oleh para elit manajemen? Bila ya, mari sama-sama berbenah.

 

Mengembangkan Inovator Pembaharu

Cohn, Katzenbach, dan Vlak dalam  artikel Harvard Bussiness Review berjudul “Mencari dan mendandani innovator pembaharu”, menyampaikan bahwa hanya 5-10 % manajer yang berpotensi tinggi untuk menjadi innovator pembaharu.  Penting bagi perusahaan untuk mengenali dan mengembangkan pemimpin yang menunjukkan mindset dan langkah-langkah yang sifatnya inovatif. Agar para manajer ini bisa menjadi inovator pembaharu, elit manajemen perlu dibimbing untuk menjalankan tugas-tugas yang menantang, dengan diberikan dukungan mentor berkapasitas tinggi, dan jaringan kawan sejawat dalam level tertinggi di organisasi. Pada langkah terakhir, individu ini harus ditempatkan di tengah organisasi sehingga bisa menjadi motor inovasi yang out of the box, dan bisa bekerja melintasi berbagai bagian di organisasi. Para inovator pembaharu ini akan berfokus sebagai penghubung inovasi (innovation hub).

Setelah mengetahui langkah-langkah untuk menembus penghalang tumbuhnya budaya inovasi dan mengetahui cara pengembangan para inovator pembaharu di perusahaan Anda, mari kita sama-sama berbekal dengan pengetahuan ini, untuk siap menghadapi perubahan yang makin cepat di era VUCA (Volatile, Uncertain, Complex & Ambigu) ini. Mari integrasikan inovasi, ke dalam visi, misi, dan strategi di perusahaan tempat Anda berkarya.